Engkau menjadi pribadi yang kuat,
saat engkau tidak mengijinkan kelemahanmu
menghalangi penggunaan dari kekuatanmu.
Kemudian,
Engkau menjadi pribadi yang khusus
saat engkau menggunakan kekuatanmu
untuk kebaikan sesama.
Maka, kuatkanlah dirimu,
dan abdikanlah penggunaan dari kekuatanmu
untuk mendamaikan dan menguatkan
jiwa-jiwa yang merindukannya.
Hanya dengan menguatkan sesama,
engkau menjadi kuat;
dan dengan membahagiakan sesama,
engkau dibahagiakan.
Mario Teguh
Rumah Sumayyah
Manfaat Kehidupan dari kebersamaan dan ukhuwah...
Jumat, 01 Maret 2013
Selasa, 29 Januari 2013
TAFAKUR TERHADAP DIRI SENDIRI
TAFAKUR TERHADAP DIRI SENDIRI
Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas ini menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan.
Hadits itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir.
Karena itu, Rasulullah saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw. memberi rambu-rambu agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berpikir tentang Dzat Allah karena kita tidak akan mampu menjangkaunya, dan berpikir tentang Dzat Alllah bisa mengantarkan kita kepada kesesatan dan kebinasaan.
Allah memuji orang-orang yang senantiasa bertafakur dan berdzikir
Dalam setiap situasi dan kondisi dengan menceritakannya secara khusus dalam Al-Qur’an di surat Ali Imran ayat 190-191. Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus halaman 93 berkata, “Dari ayat ini kita memahami bahwa kemampuan akal tidak akan terwujud kecuali dengan perpaduan antara dzikir dan pikir pada diri manusia. Apabila kita mengetahui bahwa kesempurnaan akal berarti kesempurnaan seorang manusia, maka kita bisa memahami peran penting dzikir dan pikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh karena itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah senantiasa memadukan antara dzikir dan pikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.”
SUMBER : dakwatuna.com
posted by Dewi R
Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas ini menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan.
Hadits itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir.
Karena itu, Rasulullah saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw. memberi rambu-rambu agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berpikir tentang Dzat Allah karena kita tidak akan mampu menjangkaunya, dan berpikir tentang Dzat Alllah bisa mengantarkan kita kepada kesesatan dan kebinasaan.
Allah memuji orang-orang yang senantiasa bertafakur dan berdzikir
Dalam setiap situasi dan kondisi dengan menceritakannya secara khusus dalam Al-Qur’an di surat Ali Imran ayat 190-191. Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus halaman 93 berkata, “Dari ayat ini kita memahami bahwa kemampuan akal tidak akan terwujud kecuali dengan perpaduan antara dzikir dan pikir pada diri manusia. Apabila kita mengetahui bahwa kesempurnaan akal berarti kesempurnaan seorang manusia, maka kita bisa memahami peran penting dzikir dan pikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh karena itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah senantiasa memadukan antara dzikir dan pikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.”
SUMBER : dakwatuna.com
posted by Dewi R
Rabu, 07 Desember 2011
Hikmah Sahabat Rosulullah
BELAJAR IKHLAS DARI KHALID
BIN WALID
Kisah sahabat nabi Muhammad SAW yang terkenal kepiawaiannya
dalam perang ini, Khalid bin Walid, memiliki kadar keikhlasan yang luar biasa
terhadap jabatan, pangkat dan ketenaran yang ia peroleh sebagai layaknya manusia
biasa. Khalid bin Walid merupakan panglima perang kekholifahan Umar bin Khatab
yang terkenal dengan ahli strategi perang, dicintai teman dan disegani musuh. Beliau
sosok pemuda yang menguasai medan
perang, jitu dalam mengatur strategi dan berhasil menang dalam setiap
peperangan yang dipimpin olehnya. Pada saat itu Khalid bin Walid adalah pemuda
yang diidamkan banyak orang. Keberhasilannya dalam setiap perang menjadikan
namanya tersohor, dipandang banyak orang dan dihormati masyarakat, bahkan
musuh.
Ditengah puncak kemenangan dan populeritasnya, Umar bin
Khatab mengirimkan surat
kepada Khalid bin Walid tentang pemutasian jabatannya selaku panglima perang
menjadi prajurit biasa. Hal ini dilakukan Umar bin Khatab bukan untuk
menjatuhkannya, tapi justru mengingatkan dan menyelamatkannya dari kepamoran
yang akan melenakannya. Banyak orang yang terkejut dengan keputusan Umar bin
Khatab, namun justru tidak dengan Khalid bin walid. Khalid bin Walid sangat
mengerti maksud sahabat Rosulullah tersebut, pemimpin mereka Umar bin Khatab. Padahal,
penurunan pangkatnya ketika gemilang kemenangan perang Yarmuk di bawah kendali
Khalid bin Walid. Lebih dari pada itu, tanpa ada rasa sedih, kecewa bahkan jauh
dari rasa marah, Khalid bin Walid menerima tugasnya sebagai prajurit biasa dan
tetap berperang pada perang selanjutnya di bawah komando panglima baru, Abu
Ubaidah. Pada saat ditanya oleh masyarakat mengenai hal tersebut, Khalid
menjawab, “saya bukan hamba manusia, saya hamba Allah.” Dilain kesempatan
Khalid menjawab, “saya berperang karena Allah, bukan karena Umar.”
Ada beberapa ibroh yang dapat diambil dari keteladanan Kahalid bin
Walid dan kecintaan Umar terhadap sahabatnya. Pertama, apabila seseorang melakukan suatu tugasnya karena Allah
SWT, maka dia akan ikhlas ketika pangkatnya diambil kembali dari dirinya,
karena dia paham bahwa pangkat, harta dan jabatan hanyalah buah dari apa yang
telah diperjuangkan (ditanam), bukan menjadikan segalanya sebagi tujuan. Kedua, ujian keikhlasan seseorang akan
dapat dilihat pada saat seseorang kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam
dirinya. Oleh karena itu, Khalid mengajarkan pada kita, manusia tidak akan
merasa kehilangan kalau dia melakukan semuanya karena Allah dan sadar apa yang
telah dititipkan selama ini hanyalah milik Allah SWT. “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan….”
(An-Nisa :125)
Ketiga, kita dapat mengetahui perbedaan orang yang ikhlas dengan orang
yang pura- pura ikhlas. Hal ini tampak pada Khalid tetap ikut serta jihad dalam
perang berikutnya di bawah komando panglima penggantinya dan taat pada panglima
baru tersebut. Keempat, kita merasa
kagum kepada Umar atas cinta dan perhatiannya pada saudaranya seiman. Umar tahu
bahwa apa yang dilakukannya hanya ingin menyelamatkan Khalid, khawatir timbul
rasa ujub (sombong) dalam diri Khalid karena mengingat banyaknya masyarakat
muslim yang mengelukan Khalid bin Walid pada saat itu.
Kelima, pelajaran tentang koneksivitas ukhuwah islamiyah anatara keduanya
(Khalid bin Walid dan Umar bin Khatab) dikarenakan ketsiqohan (kepercayaan) antara sesama muslim (antara seorang
kholifah dan panglima perang). Hal ini tercermin dalam penerimaan Khalid yang
wajar dan paham atas keputusan Umar untuk menyelamatkannya dari gunung yang
tinggi agar tidak terjatuh ke dalam jurang di balik gunung tersebut. Perasaan
Khalid ini juga dikarenakan teladan Umar selama ini yang selalu dapat dipercaya
oleh bawahannya dan masyarakat luas. Dengan ini, malah semakin membuat kedua
sahabat tersebut saling mencintai karena Allah dan terus berjuang untuk
menegakkan agama Alllah.
Dari merekalah kita dapat belajar bahwa harta, pangkat,
dan jabatan adalah ujian atas iman dan
keikhlasan kita. Oleh karena itu, hanya hati yang bersih dan niat karena Allah
SWT yang mampu membuat kita ikhlas ketika apa yang kita miliki saat ini diambil
kembali oleh Allah SWT melalui siapapun dan apapun.
_Nina Fadilla_
Kutipan Tausiyah
TAUSIYAH
“Jika
seorang hamba menikah, maka menjadi sempurnalah setengah agamanya. Maka
hendaklah ia bertaqwa kepada ALLAH pada setengah yang lainnya.”
(HR Al Hakim & Ath
Thabrani, dari Anas ibn Malik)
Ukuran ketulusan dan kesejatian cintamu
Adalah apa yang kamu berikan padanya
Untuk membuat kehidupannya menjadi
lebih baik.
Maka kamu adalah air, maka kamu adalah
matahari.
Ia tumbuh dan berkembang dari siraman
airmu.
Ia besar dan berbuah dari sinar
cahayamu.
Jadikan cintaku padaMU ya
ALLAH
Berhenti di titik ketaatan
Meloncati
rasa suka dan tak suka.
Karena aku tahu,
Mentaatimu dalam hal yang tak
kusukai
Adalah kepayahan, perjuangan,
dan gelimang pahala
Karena seringkali
ketidaksukaanku,
Hanyalah bagian dari
ketidaktahuanku.
Para pecinta sejati tak suka berjanji,
Tapi begitu mereka memutuskan untuk mencintai,
Mereka akan segera membuat rencana
untuk memberi…
Ikhlas, kata yang tak mudah
dan selalu menyisakan Tanya
Dan kita adalah manusia
Yang tak dapat tidak
Suka
menuliskan kebajikan- kebajikan kita.
Maka aku menuliskan kebajikan
di atas air
Menjadi gelombang kecil,
kecil saja di permukaan air, meriak dan menghilang
Lalu yang tampak hanya
wajahku kehausan.
Atau terkadang kutulis ia di
atas pasir
Agar angin keikhlasan
menerbangkannya jauh dari ingatan
Agar ia terhapus,
menyebar bersama butir pasir ketulusan.
Mari Belajar dari Sekitar!!!
BELAJAR DARI SEMUT
“Kejahatan yang terorganisir akan mampu
mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”
Dalam perjalanan harokah
dakwah, kekuatan dan keadaan jama’ah (kader) merupakan ujung tombak
keberhasilan dan signifikansi dakwah. Kekuatan jama’ah tidak hanya bersandar
pada seberapa banyak ilmu dan pengetahuan agama yang dimiliki oleh para
jama’ah. Namun, yang jauh lebih penting adalah bagaimana pemahaman para kader
dakwah terhadap perannya masing- masing dan menghargai peran tersebut dalam
sebuah koordinasi.
Peran masing- masing kader
jama’ah harus dikembalikan kepada niat karena Allah SWT. Jika sepenuhnya niat
karena Allah tersebut terus mendarah daging, maka koordinasi dakwah akan tetap
dalam gerakan yang terarah dan teratur. Gerakan yang teratur itu akan mencapai
pada titik fokus dalam setiap objek dakwah yang merupakan unsur penting dalam
keberhasilan suatu usaha.
Kader yang paham dengan segala
peran dan melakukan manuver dakwah yang terarah, maka tidak akan tergiur dengan
iming- iming di luar dakwah, tidak mengutamakan kepentingan sendiri dan tetap
bersihteguh pada tujuan bersama yang luas. Kader dakwah, da’I atau aktivis
dapat belajar dari hal kecil di sekitar kita.
Lihatlah semut! Sekelompok
semut mempunyai loyalitas yang tinggi, gerakan yang terarah dan koordinasi yang
teratur. Semuanya dilakukan untuk tujuan bersama. Seekor semut ketika menemukan
makanan yang cenderung lebih besar dari ukuran tubuhnya, maka apa yang terjadi?
Si semut akan mengingat letak
makanan, kemudian dia kembali pada komunitasnya dan melaporkan pada sang
pemimpin semut. Pemimpin semut pun akan membagi tugas sesuai peran semut,
mereka berjejeran dari sarangnya hingga letak makanan itu. Ada yang bekerja
bsebagai penjaga makanan, ada juga perannya sebagai penjaga jalan dan sebagian
lagi bertugas sebagai pengangkut makanan secara bersama.
Ketika mereka memulai tugas
mereka untuk mengambil makanan, yang mereka lakukan adalah mengangkut makanan
tersebut hingga ke sarangnya dan jika dipertengahan jalan para semut- semut itu
menemukan makanan lain di sekitar target makanan atau perjalanan mereka, maka
semut- semut itu tetap fokus pada makanan yang mereka angkut dan tidak akan
mengambil makanan yang baru mereka temui (tidak memperdulikannya). Mereka tetap
fokus pada makanan yang menjadi target mereka sesuai komando pemimpin mereka. Kemudian,
makanan itu mereka makan bersama- sama.
Filosofi semut tersebut
merupakan sebuah teladan yang unik. Bagaimana kita dapat melihat dinamika
kelompok jama’ah kecil yang teratur. Kita melihat mulai dari kuatnya ukhuwah
islamiyah sebagai landasan yang tercermin dari saling membantu dan bekerja
sama, kemudian sifat gotong royong dan
berjama’ah terlihat dari mengangkut makanan bersama dan pada posisi
perannya masing- masing. Koordinasi yang bagus juga tampak pada seekor semut
yang diberi tugas mencari makanan ketika menemukannya, maka akan melaporkan
kepaada komunitasnya dan mulai menyusun strategi agar makanan tersebut dapat
diangkut lebih ringan hingga sampai ke sarang. Patuh terhadap pemimpin, peran
dan tugas juga dimiliki oleh semut.
Kita juga dapat melihat hikmah
lain, bagaimana sikap semut yang tidak tamak, tidak mudah lemah dengan godaan,
dan dapat menghargai perannya masing- masing sehingga tidak mengambil posisi
lain sebelum disepakati. Dari cara mereka fokus pada makanan dan berbagi pada
sesama, menunjukan semua hal- hal positif mereka.
Belajarlah hal kecil dari
semut! Setidaknya semut dapat memberikan gambaran pada kita pentingnya gerakan
yang terarah dan koordinasi yang teratur berlandaskan ukhuwah islamiyah. Begitu
juga dengan kita sebagai da’i, kader dakwah ataupun aktivis dakwah, berusaha
untuk tetap pada kepatuhan yang mendasar dan sesuai tujuan. Tidak mementingkan
diri sendiri, tidak mudah tergiur dengan iming- iming duniawi yang akan membuat
ketidakpercayaan objek dakwah dan terus memperbaharui niat karena Allah SWT
sebagai basic kekokohan dakwah
islamiyah.
_Nina Fadilla_
The Opinion Of Nina
DIPLOMASI KEBUDAYAAN DAN
PARIWISATA DALAM “VISIT BANGKA BELITUNG
ARCHIPELAGO 2010”
Kebudayaan dan
pariwisata merupakan aset dan kekayaan yang potensial bagi suatu daerah. Kedua
aset ini akan menjadikan suatu daerah memiliki income yang besar jika dapat
dieksplorasi dengan cara yang strategis. Tidak hanya itu, kedua “kekayaan”
tersebut juga dapat membentuk persepsi atau image
suatu daerah bahkan negara. Oleh karena itu, banyak daerah atau negara yang
menggunakan kebudayaan atau pariwisata untuk memperkenalkan daerah dan
negaranya kepada masyarakat luar, baik nasional maupun internasional.
Sebagaimana beberapa tahun silam, Bali lebih dikenal dibandingkan Indonesia
sendiri dikarenakan pariwisatanya nan indah, Eropa memperkenalkan budayanya
melalui festival film Eropa setiap tahunnya di Indonesia, maka begitu juga
dengan Bangka- Belitung yang sedang berusaha menjadi provinsi yang dikenal
dengan dinamika budaya dan pariwisatanya melalui sebuah program kebijakan yang
dikenal dengan “Visit Bangka Belitung Archiepelago 2010” (VBA).
VBA 2010 adalah
tonggak awal untuk memperkenalkan Babel
lebih jauh kepada masyarakat luas, baik skala nasional mapun internasional
dengan cara yang lebih menarik melalui berbagai budaya dan pariwisata yang
dimiliki pulau Bangka- Belitung ini. Berbagai aktivitas, program dan agenda
yang dilakukan oleh pemerintah, baik yang telah dilaksanakan ataupun rencana
yang akan direalisasikan sebagai usaha perwujudan kebijakan ini. Misalnya saja
melalui perbaikan infrastruktur maupun melalui promosi secara langsung ataupun
tidak langsung dengan melaksanakan berbagai kegiatan. Kegiatan- kegiatan
tersebut seperti sosialisasi pemerintah Babel ke sekolah- sekolah dan
masyarakat setiap daerah di Bangka- Belitung untuk lebih mempersiapkan diri,
menjadi tuan rumah Pertukaran Pemuda Indonesia- Australia (PPIA) 2010,
mengajukan untuk menjadi tuan rumah Pertukaran Pemuda Indonesia- Canada dua
tahun yang akan datang, memiliki anjungan Bangka Belitung di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) dan lain sebagainya yang bertujuan untuk memperkenalkan
sisi penting dari sudut Bangka- Belitung. Hal ini yaitu bagian dari sebuah
diplomasi, tepatnya diplomasi kebudayaan dan pariwisata. Diplomasi kebudayaan dan
pariwisata merupakan Soft Power
adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau mendapatkan apa yang kita inginkan
melalui “daya tarik”, tidak dengan jalan pemaksaan atau pemberian imbalan.(Joseph.
Nye)
Menggunakan soft
power merupakan cara yang paling efektif untuk memperkuat potensi yang
dimiliki oleh suatu daerah sehingga menjadi berarti. Secara naluriah, hal yang
bersifat keunikan budaya dan indahnya pariwisata sangat diminati banyak orang
dari kalangan apapun. Oleh karena itu, VBA 2010 adalah program kebijakan yang
melibatkan berbagai hal dalam mewujudkannya. Untuk mewujudkan keberhasilannya
tidak mudah, harus banyak yang dipersiapkan, diperbaiki dan ditingkatkan baik
dari segi infrastruktur, jalan, promosi termasuk pagelaran dan ajang budaya dan
seni, kreatifitas pemerintah dan masyarakat termasuk UKM, serta kerja keras dan motivasi optimisme yang
tinggi.
Elemen lain yang perlu
diperhatikan dalam proses menuju kearah yang baik bagi semua pihak selain hal-
hal yang bersifat konkrit, adalah prihal budaya masyarakat Bangka Belitung
dengan dominasi melayu, sebagian China dan dominasi Agama Islam yang
kuat. Maka dengan adanya sisi positif, Pemerintah juga harus mempersiapkan
antisipasi dari sisi negatif. Berbeda dengan Bali yang memiliki karakteristik
dominan budaya Hindu, Bangka Belitung lebih dikenal dengan budaya melayu,
meskipun dikenal pula dengan sisi lainnya, yaitu masyarakat China yang lumayan
banyak. Dengan dikenal budaya melayunya, maka harus dibuat suatu kebijakan atau
peraturan yang tidak menjadikan kedatangan “tamu-tamu” dari luar akan menggeser
culture asli masyarakatnya dan
menggerus nilai- nilai dasar karakteristik pemuda Bangka Belitung.
Selain
itu, harus ada peraturan untuk kemaslahatan bersama, baik di daerah pariwisata
sekalipun, hal ini yang menjadi tantangan bagi pemerintah kita dan harus
dipikirkan dengan serius. Perhatikan pula masalah pembangunan tempat- tempat
“gelap” dan bedakan cara pandang moral antara kita (Babel) dan turis dari luar.
Sehingga kita mampu membentuk suatu persepsi yang mandiri, tanpa meniru
kebudayaan lain, persepsi yang indah, namun tetap bisa menjaga norma- norma
agama dan ketimuran, kemudian semakin memperkuat image tersebut.
Memperkuat
image kita juga tidak harus menjadikan kita seperti ”orang lain”,
bukankah sesuatu hal yang berbeda akan menjadi sangat berharga? Maka, Tidak ada
istilah “Bali kedua” atau “seperti Bali”, namun jadilah diri sendiri, menjadi
pulau yang berbeda, Bangka Belitung dengan pribadi yang sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)