DIPLOMASI KEBUDAYAAN DAN
PARIWISATA DALAM “VISIT BANGKA BELITUNG
ARCHIPELAGO 2010”
Kebudayaan dan
pariwisata merupakan aset dan kekayaan yang potensial bagi suatu daerah. Kedua
aset ini akan menjadikan suatu daerah memiliki income yang besar jika dapat
dieksplorasi dengan cara yang strategis. Tidak hanya itu, kedua “kekayaan”
tersebut juga dapat membentuk persepsi atau image
suatu daerah bahkan negara. Oleh karena itu, banyak daerah atau negara yang
menggunakan kebudayaan atau pariwisata untuk memperkenalkan daerah dan
negaranya kepada masyarakat luar, baik nasional maupun internasional.
Sebagaimana beberapa tahun silam, Bali lebih dikenal dibandingkan Indonesia
sendiri dikarenakan pariwisatanya nan indah, Eropa memperkenalkan budayanya
melalui festival film Eropa setiap tahunnya di Indonesia, maka begitu juga
dengan Bangka- Belitung yang sedang berusaha menjadi provinsi yang dikenal
dengan dinamika budaya dan pariwisatanya melalui sebuah program kebijakan yang
dikenal dengan “Visit Bangka Belitung Archiepelago 2010” (VBA).
VBA 2010 adalah
tonggak awal untuk memperkenalkan Babel
lebih jauh kepada masyarakat luas, baik skala nasional mapun internasional
dengan cara yang lebih menarik melalui berbagai budaya dan pariwisata yang
dimiliki pulau Bangka- Belitung ini. Berbagai aktivitas, program dan agenda
yang dilakukan oleh pemerintah, baik yang telah dilaksanakan ataupun rencana
yang akan direalisasikan sebagai usaha perwujudan kebijakan ini. Misalnya saja
melalui perbaikan infrastruktur maupun melalui promosi secara langsung ataupun
tidak langsung dengan melaksanakan berbagai kegiatan. Kegiatan- kegiatan
tersebut seperti sosialisasi pemerintah Babel ke sekolah- sekolah dan
masyarakat setiap daerah di Bangka- Belitung untuk lebih mempersiapkan diri,
menjadi tuan rumah Pertukaran Pemuda Indonesia- Australia (PPIA) 2010,
mengajukan untuk menjadi tuan rumah Pertukaran Pemuda Indonesia- Canada dua
tahun yang akan datang, memiliki anjungan Bangka Belitung di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) dan lain sebagainya yang bertujuan untuk memperkenalkan
sisi penting dari sudut Bangka- Belitung. Hal ini yaitu bagian dari sebuah
diplomasi, tepatnya diplomasi kebudayaan dan pariwisata. Diplomasi kebudayaan dan
pariwisata merupakan Soft Power
adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau mendapatkan apa yang kita inginkan
melalui “daya tarik”, tidak dengan jalan pemaksaan atau pemberian imbalan.(Joseph.
Nye)
Menggunakan soft
power merupakan cara yang paling efektif untuk memperkuat potensi yang
dimiliki oleh suatu daerah sehingga menjadi berarti. Secara naluriah, hal yang
bersifat keunikan budaya dan indahnya pariwisata sangat diminati banyak orang
dari kalangan apapun. Oleh karena itu, VBA 2010 adalah program kebijakan yang
melibatkan berbagai hal dalam mewujudkannya. Untuk mewujudkan keberhasilannya
tidak mudah, harus banyak yang dipersiapkan, diperbaiki dan ditingkatkan baik
dari segi infrastruktur, jalan, promosi termasuk pagelaran dan ajang budaya dan
seni, kreatifitas pemerintah dan masyarakat termasuk UKM, serta kerja keras dan motivasi optimisme yang
tinggi.
Elemen lain yang perlu
diperhatikan dalam proses menuju kearah yang baik bagi semua pihak selain hal-
hal yang bersifat konkrit, adalah prihal budaya masyarakat Bangka Belitung
dengan dominasi melayu, sebagian China dan dominasi Agama Islam yang
kuat. Maka dengan adanya sisi positif, Pemerintah juga harus mempersiapkan
antisipasi dari sisi negatif. Berbeda dengan Bali yang memiliki karakteristik
dominan budaya Hindu, Bangka Belitung lebih dikenal dengan budaya melayu,
meskipun dikenal pula dengan sisi lainnya, yaitu masyarakat China yang lumayan
banyak. Dengan dikenal budaya melayunya, maka harus dibuat suatu kebijakan atau
peraturan yang tidak menjadikan kedatangan “tamu-tamu” dari luar akan menggeser
culture asli masyarakatnya dan
menggerus nilai- nilai dasar karakteristik pemuda Bangka Belitung.
Selain
itu, harus ada peraturan untuk kemaslahatan bersama, baik di daerah pariwisata
sekalipun, hal ini yang menjadi tantangan bagi pemerintah kita dan harus
dipikirkan dengan serius. Perhatikan pula masalah pembangunan tempat- tempat
“gelap” dan bedakan cara pandang moral antara kita (Babel) dan turis dari luar.
Sehingga kita mampu membentuk suatu persepsi yang mandiri, tanpa meniru
kebudayaan lain, persepsi yang indah, namun tetap bisa menjaga norma- norma
agama dan ketimuran, kemudian semakin memperkuat image tersebut.
Memperkuat
image kita juga tidak harus menjadikan kita seperti ”orang lain”,
bukankah sesuatu hal yang berbeda akan menjadi sangat berharga? Maka, Tidak ada
istilah “Bali kedua” atau “seperti Bali”, namun jadilah diri sendiri, menjadi
pulau yang berbeda, Bangka Belitung dengan pribadi yang sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar