Rabu, 07 Desember 2011

The Opinion Of Nina

DIPLOMASI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA DALAM “VISIT BANGKA BELITUNG ARCHIPELAGO 2010”
Kebudayaan dan pariwisata merupakan aset dan kekayaan yang potensial bagi suatu daerah. Kedua aset ini akan menjadikan suatu daerah memiliki income yang besar  jika dapat dieksplorasi dengan cara yang strategis. Tidak hanya itu, kedua “kekayaan” tersebut juga dapat membentuk persepsi atau image suatu daerah bahkan negara. Oleh karena itu, banyak daerah atau negara yang menggunakan kebudayaan atau pariwisata untuk memperkenalkan daerah dan negaranya kepada masyarakat luar, baik nasional maupun internasional. Sebagaimana beberapa tahun silam, Bali lebih dikenal dibandingkan Indonesia sendiri dikarenakan pariwisatanya nan indah, Eropa memperkenalkan budayanya melalui festival film Eropa setiap tahunnya di Indonesia, maka begitu juga dengan Bangka- Belitung yang sedang berusaha menjadi provinsi yang dikenal dengan dinamika budaya dan pariwisatanya melalui sebuah program kebijakan yang dikenal dengan “Visit Bangka Belitung Archiepelago 2010” (VBA).
VBA 2010 adalah tonggak awal untuk memperkenalkan Babel lebih jauh kepada masyarakat luas, baik skala nasional mapun internasional dengan cara yang lebih menarik melalui berbagai budaya dan pariwisata yang dimiliki pulau Bangka- Belitung ini. Berbagai aktivitas, program dan agenda yang dilakukan oleh pemerintah, baik yang telah dilaksanakan ataupun rencana yang akan direalisasikan sebagai usaha perwujudan kebijakan ini. Misalnya saja melalui perbaikan infrastruktur maupun melalui promosi secara langsung ataupun tidak langsung dengan melaksanakan berbagai kegiatan. Kegiatan- kegiatan tersebut seperti sosialisasi pemerintah Babel ke sekolah- sekolah dan masyarakat setiap daerah di Bangka- Belitung untuk lebih mempersiapkan diri, menjadi tuan rumah Pertukaran Pemuda Indonesia- Australia (PPIA) 2010, mengajukan untuk menjadi tuan rumah Pertukaran Pemuda Indonesia- Canada dua tahun yang akan datang, memiliki anjungan Bangka Belitung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan lain sebagainya yang bertujuan untuk memperkenalkan sisi penting dari sudut Bangka- Belitung. Hal ini yaitu bagian dari sebuah diplomasi, tepatnya diplomasi kebudayaan dan pariwisata. Diplomasi kebudayaan dan pariwisata merupakan Soft Power adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau mendapatkan apa yang kita inginkan melalui “daya tarik”, tidak dengan jalan pemaksaan atau pemberian imbalan.(Joseph. Nye)
Menggunakan soft power merupakan cara yang paling efektif untuk memperkuat potensi yang dimiliki oleh suatu daerah sehingga menjadi berarti. Secara naluriah, hal yang bersifat keunikan budaya dan indahnya pariwisata sangat diminati banyak orang dari kalangan apapun. Oleh karena itu, VBA 2010 adalah program kebijakan yang melibatkan berbagai hal dalam mewujudkannya. Untuk mewujudkan keberhasilannya tidak mudah, harus banyak yang dipersiapkan, diperbaiki dan ditingkatkan baik dari segi infrastruktur, jalan, promosi termasuk pagelaran dan ajang budaya dan seni, kreatifitas pemerintah dan masyarakat termasuk UKM,  serta kerja keras dan motivasi optimisme yang tinggi.
Elemen lain yang perlu diperhatikan dalam proses menuju kearah yang baik bagi semua pihak selain hal- hal yang bersifat konkrit, adalah prihal budaya masyarakat Bangka Belitung dengan dominasi melayu, sebagian China dan dominasi Agama Islam yang kuat. Maka dengan adanya sisi positif, Pemerintah juga harus mempersiapkan antisipasi dari sisi negatif. Berbeda dengan Bali yang memiliki karakteristik dominan budaya Hindu, Bangka Belitung lebih dikenal dengan budaya melayu, meskipun dikenal pula dengan sisi lainnya, yaitu masyarakat China yang lumayan banyak. Dengan dikenal budaya melayunya, maka harus dibuat suatu kebijakan atau peraturan yang tidak menjadikan kedatangan “tamu-tamu” dari luar akan menggeser culture asli masyarakatnya dan menggerus nilai- nilai dasar karakteristik pemuda Bangka Belitung.
Selain itu, harus ada peraturan untuk kemaslahatan bersama, baik di daerah pariwisata sekalipun, hal ini yang menjadi tantangan bagi pemerintah kita dan harus dipikirkan dengan serius. Perhatikan pula masalah pembangunan tempat- tempat “gelap” dan bedakan cara pandang moral antara kita (Babel) dan turis dari luar. Sehingga kita mampu membentuk suatu persepsi yang mandiri, tanpa meniru kebudayaan lain, persepsi yang indah, namun tetap bisa menjaga norma- norma agama dan ketimuran, kemudian semakin memperkuat image tersebut.
Memperkuat image kita juga tidak harus menjadikan kita seperti ”orang lain”, bukankah sesuatu hal yang berbeda akan menjadi sangat berharga? Maka, Tidak ada istilah “Bali kedua” atau “seperti Bali”, namun jadilah diri sendiri, menjadi pulau yang berbeda, Bangka Belitung dengan pribadi yang sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar